Inilah Alasan, Sholat Jamaah Perlu Dibiasakan Pada Anak Usia Sekolah



iklan
iklan
Sebagai muslim, shalat merupakan bagian dari aktivitas sehari- hari. Sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari-semalam, mengkhususkan sebagian waktu untuk menunaikan shalat.1 Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, satu-satunya makhluk yang dikenakan taklif akan perintah shalat.

Tanggung jawab akan shalat yang diberlakukan hanya kepada manusia, bukan hanya asal-asalan, karena manusia telah dikarunia akal pikiran dan hati untuk mengemban amanat Tuhan sebagai khalifatullah di muka bumi.2 Oleh sebab itu, disamping memenuhi kebutuhan jasmaninya juga berusaha memenuhi kebutuhan rohaninya. Salah satunya dengan membina keselarasan hubungan baik dengan Tuhan, yaitu dengan mengerjakan shalat. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisa 103.

Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang- orang yang beriman.”3 (Q.S. An-Nisa 103)

Menurut Samidi Khalim dalam buku yang berjudul Salat Islam Kejawen mengajarkan agar manusia senantiasa menjaga kesucian batin (ruhani) dengan selalu menjalankan shalat, sehingga shalat bukan hanya sebatas rukun agama Islam semata, tetapi juga merupakan media atau sarana bersih diri (mensucikan jasmani dan rohani). 
Sholat Jamaah dan Kemuliaanya
Sholat Berjamaah di Sekolah 
Shalat yang dilandasi dengan keikhlasan dan penuh keyakinan akan mendatangkan ketenangan jiwa, jiwa yang tenang akan membuat pikiran bersih, pikiran bersih akan menghasilkan perilaku terpuji, budi pekerti luhur.4

Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hud 114: Artinya: “dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).”5 (Q.S. Huud 114)

Berdasarkan ayat di atas, dapat dimengerti bahwa setiap muslim yang benar-benar melakukan shalat dan mengerti betul apa yang diucapkannya dalam shalat itu, maka ia tidak akan berbuat keji dan munkar. Hal ini mengandung implikasi bahwa apabila ibadah shalat dilaksanakan secara benar, maka akan berdampak baik bagi perilaku muslim, sebaliknya apabila ibadah shalat hanya dilakukan sekedar gugur kewajiban, maka tidak akan berdampak apa-apa kecuali hanya lelah dan capek.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Ankabut ayat 45 :Artinya: “Bacalah kitab (al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepada (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan ketahuilah mengingat Allah (shalat) itu besar (keutamaannya dari ibadat yang lain), Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”6(Q.S. Al Ankabut ayat 45)

Sesuai dengan ayat diatas dijelaskan bahwa shalat itu dapat merubah moral atau sikap seseorang menjadi lebih baik. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengembangkan aspek sikap dan moral siswa adalah bentuk pelaksanaan ibadah shalat berjamaah.

Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa 102 Artinya: “dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang lain yang belum shalat, lalu mereka shalat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit, dan bersiapsiagalah kamu. Sungguh Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”7 (Q.S. An-Nisa 102)

Artinya: “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang- orang yang ruku'.”8 (Q.S. Al-Baqarah 43)

Dari keterangan ayat di atas, jelas sekali pentingnya shalat berjamaah. Berjamaah pada shalat fardhu yang lima waktu itu hukumnya fardhu kifayah. Fardhu kifayah menuntut setiap umat Islam yang memiliki kelapangan waktu maupun kesehatan untuk melaksanakan shalat fardhu itu secara berjamaah.9

Ibadah shalat berjamaah memang merupakan bentuk ibadah yang sarat dan kental dengan nilai-nilai kebersamaan. Akan mendapatkan sebuah gambaran ketika setiap siswa terikat dan sekaligus sadar menjalankan kebiasaan ibadah ini sebagai rutinitas yang selalu mereka kerjakan, misalnya saja setelah mereka pulang sekolah alangkah baiknya jika semua siswa langsung melaksanakan shalat berjamaah dengan gurunya sendiri yang sekaligus menjadi imamnya.

Dari sana pasti akan terlihat nilai dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan muncul diantara mereka untuk mengisi ruang rohaniahnya. Maka tidak salah jika guru harus lebih proaktif dalam segi pembinaan dan pelaksanaannya, sehingga muncul kesadaran dari dalam diri siswa tentang hakekat dan pentingnya pelaksanaan shalat berjamaah.

Shalat berjamaah yang dapat dipandang sebagai bentuk ibadah utama dalam Islam tentu mempunyai keutamaan, salah satunya adalah seperti yang pernah disabdakan Rasulullah SAW: Artinya: “Shalat berjamaah itu melebihi keutamaannya diatas yang dikerjakan sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”.10

Rasulullah SAW mengibaratkan shalat sendirian itu seperti domba yang terpisah dari kawanannya sehingga serigala mudah menerkam dan memangsanya. Sedangkan orang yang melaksanakan shalat jamaah, ibarat kawanan domba yang kompak sehingga serigala tidak berani menyerangnya secara langsung.11 Hal ini menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan secara berjamaah jauh lebih disukai dan dihargai oleh Allah dibandingkan dengan shalat sendirian.12

Sejalan dengan bentuk ibadah praktek yaitu shalat berjamaah, maka terdapat bahan pelajaran yang tidak hanya bersifat praktek saja, tetapi juga bernuansa kajian ibadah yang luas yaitu pembentukan moral spiritual. Shalat jamaah merupakan lembaga pendidikan atau lebih tepat disebut laboratorium pendidikan yang sangat besar manfaatnya bagi pembentukan mental dan kepribadian.
Hukum Sholat Jamaah bagi Anak Usia Sekolah
Sholat jamaah bagi Anak Sma (Foto: Koranmuria.com)
Melalui shalat berjamaah, akan dilatih untuk disiplin. Inilah salah satu hikmah terpenting yang terkandung dalam shalat berjamaah. Seorang Muslim akan menjadi manusia unggul bila shalatnya bermutu tinggi dan dilakukan dengan berjama’ah. Seorang Muslim yang shalatnya berkualitas, niscaya akan mampu menangkap hikmah yang amat mengesankan dari shalatnya tersebut, yaitu hidup tertib, selalu rapi, bersih, dan disiplin. Inilah jalan menuju pribadi berkualitas yang akan menuai kemenangan di dunia dan akhirat.

Karena orang yang memiliki kesanggupan untuk mendisiplinkan diri dengan baik akan mampu menertibkan segala sesuatu di sekelilingnya, dengan cara menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dia tidak perlu lagi kehilangan banyak waktu secara percuma karena lupa letak suatu barang yang diperlukan. Pembagian waktu yang adil akan bermanfaat bagi peningkatan kualitas diri, sedangkan kebiasaan hidup tertib dan disiplin akan menghemat waktu dari kemungkinan sia-sia.

Shalat berjamaah tidak hanya menjadi ukuran kadar keimanan seseorang, tapi juga menjadi ukuran seberapa besar seorang muslim mampu mendisiplinkan dirinya. Jarak waktu shalat fardhu yang telah Allah atur sedemikian rupa dan dibarengi perintah shalat berjama’ah adalah salah satu bentuk ukuran kadar keimanan seseorang kepada Allah SWT, dan tentu dibaliknya tersimpan hikmah yang begitu besar.13

Sikap (moral) ternyata berperan penting dalam pencapaian keberhasilan pendidikan seseorang. Dari sini akan terlihat bahwa aspek pengetahuan saja tidak akan menjamin seseorang berhasil di dalam pendidikannya, terutama yang menyangkut hubungan pergaulan hidup sehari-hari. Peran dan kontribusi perkembangan sikap dan moral inilah yang justru harus mendapat nilai tambah karena sangat penting artinya, bukan hanya kesejahteraan dalam kemajuan hidup, tetapi juga menciptakan rasa religiusitas, toleransi dan kebersamaan.

Walaupun perang terhadap penjajah telah dimenangkan, tetapi tantangan yang dihadapi sekarang ini tidak semakin ringan tetapi malah semakin berat.14 Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar mengkhawatirkan. kejujuran, keadilan, tolong-menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan.

Banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan.

Belakangan ini banyak mendengar keluhan orang tua, ahli didik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial, berkenaan dengan ulah perilaku remaja yang sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, berbuat keonaran, maksiat, tawuran, mabuk-mabukan, pesta obat-obat terlarang, bergaya hidup hippies. Bahkan melakukan pembajakan, pemerkosaan pembunuhan dan penyimpangan tingkah laku lainnya.

Tingkah laku penyimpangan yang ditunjukkan oleh sebagian generasi muda harapan masa depan bangsa itu sungguhpun jumlahnya mungkin hanya sepersekian persen dari jumlah pelajar secara keseluruhan, sungguh amat disayangkan dan telah mencoreng kredibilitas dunia pendidikan. Para pelajar yang seharusnya menunjukan akhlak yang baik sebagai hasil didikan itu, justru malah menunjukan tingkah laku yang buruk. 

Meski sesungguhnya pendidikan agama dan pendidikan moral mendapatkan tempat yang wajar dan leluasa dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IX pasal 39 butir 2 misalnya mengatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.15 

Pendidikan agama biasanya diartikan pendidikan yang materi bahasanya berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak dan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian pendidikan agama berkaitan dengan pembinaan mental-spiritual yang selanjutnya dapat mendasari tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Pendidikan agama tidak terlepas dari upaya menanamkan nilai-nilai serta unsur agama pada jiwa seseorang.

Unsur-unsur agama tersebut secara umum ada empat keyakinan atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan atau kekuatan gaib tempat berlindung dan memohon pertolongan, melakukan hubungan yang sebiknya-baiknya dengan Tuhan guna mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat, mecintai dan melaksanakan perintah Tuhan, serta menjauhi larangan-Nya dengan jalan beribadah yang setulus-tulusnya, meyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan sakral, seperti kitab suci, tempat ibadah dan sebagainya. Adapun moral ialah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut.

Masa sekolah merupakan periode sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Remaja mulai berani untuk mengemukakan pendapat dan pemikirannya sendiri. Dalam mengemukakan pendapat dan menyampaikan kebebasanya terkadang bisa menciptakan ketegangan dan perselisihan antara dirinya dan lingkungannya, khususnya orang tua.

Remaja terkadang lebih mudah menuruti dan dipengaruhi oleh teman-temannya dibandingkan nasihat orang tuanya. Rasa setia kawan bagi remaja sangat dibanggakan. Karena mereka sama-sama mencari identitas diri, mereka merasa senasib sepenanggungan, mereka ikut merasakan apabila dalam satu kelompok ada yang terkena musibah, yang lain ikut merasakan.16

Seleranya terkadang sangat berbeda bahkan kadang-kadang bertentangan dengan kemauan keluarga khususnya orang tua, seperti mode pakaian, potongan rambut, musik selera pergaulan dan lain-lain. Oleh karenanya komunikasi yang tepat, perhatian dan kasih sayang antara anak dan orang tua sangat diperlukan untuk menjaga aset bangsa yang sangat bernilai ini sebagai generasi penerus untuk memajukan masyarakat, bangsa dan negara yang maju, berperadaban, berbudaya dan berakhlakul karimah.

Untuk itu, upaya pembiasaan shalat berjamaah di sekolah yang diperintahkan kepada siswa remaja berfungsi sebagai bekal manakala siswa memasuki usia dewasa. Apabila orang tua tidak mempersiapkan bekal yang cukup untuk anak-anaknya maka dikhawatirkan si anak akan jauh dari nilai-nilai agama.

Rujukan Tulisan

1 Irwan Kurniawan, Shalat Penyejuk Hati Menyelami Makna Shalat dalam al-Qur’an, Bandung: Saluni, 2007, hlm.9.
2 Samidi Khalim, Shalat Islam Kejawen, Semarang: Prima Media Press, 2010, hlm. 112.
3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Mutiara Qalbu Salim, 2010, hlm. 95.
4 Samidi Khalim, Shalat Islam Kejawen, hlm. 112.
5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 234.
6 Ibid, hlm. 401.
7 Ibid, hlm. 95.
8 Ibid, hlm. 7.
9 Ahmad Baei Jaafar, Terapi Shalat Sempurna, Depok: PT Lingkar Pena Kreativa, 2008, hlm. 91
10 Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusairy al-Naisabury, Shohih Muslim, Mesir: Ibadir Rohman, 2008, hlm.172.
11 Ahmad Baei Jaafar, Terapi Shalat Sempurna, hlm. 37.
12 M. Nurkholis, Mutiara Shalat Berjamaah, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007, hlm.35.
13 http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/02/23/165655-hikmah- pagi-urgensi-shalat-berjamaah.
14 Sunarno, Narkoba dan Upaya Pencegahannya, Semarang: PT Bengawan Ilmu, 2007, hlm. 1.
15 Presiden RI, Arsip UU 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: 1989.
iklan

Memasukkan alamat email Anda, untuk berlangganan artike terbaru Kami! InsyaAllah Gratiss!!