Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam pengembangan
kepribadian seseorang merupakan condition sine qua non bagi perwujudan
nilai-nilai dan norma-norma Islami. Secara mikro, pendidikan secara
operasional dijadikan sebagai proses dalam melaksanakan proses-proses
kependidikan yang bertujuan merealisasikan nilai-nilai dan norma-norma Islam.
Dan dengan pelaksanaan shalat dhuha secara rutin akam
menciptakan sebuah kebiasaan yang akan tertanam dalam jiwa. Dan dengan
pembiasaan akan dapat membentuk segi-segi kejasmanian dari karakter
kepribadian.
Shalat tidak hanya merupakan metode pengulangan atau pembiasaan saja, tetapi ia juga merupakan shalawat, do’a, munajat serta perpaduan mengagumkan yang terjadi antara kepasrahan hati yang penuh dedikasi dan gerak tubuh, dan dalam shalat, segenap eksistensi kita terlibat dalam satu peristiwa yang menggetarkan kalbu.
Shalat tidak hanya merupakan metode pengulangan atau pembiasaan saja, tetapi ia juga merupakan shalawat, do’a, munajat serta perpaduan mengagumkan yang terjadi antara kepasrahan hati yang penuh dedikasi dan gerak tubuh, dan dalam shalat, segenap eksistensi kita terlibat dalam satu peristiwa yang menggetarkan kalbu.
Menurut Ibnu Qayyim, shalat dapat mencegah dosa,
menolak penyakit-penyakit hati, mengusir penyakit dari badan, menyinari hati,
membuat wajah jadi putih, mengaktifkan anggota tubuh dan jiwa,
membawa rizqi, menolak kedzoliman, menolong orang yang teraniaya, mencabut syahwat,
memelihara nikmat, menolak siksa, menurunkan rahmat, dan mengusir kegundahan
hati.
Menurut Abdul Aziz Salim Basyarahil bahwa shalat dapat
menimbulkan ketenangan hati dan ketenangan batin. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT yang berbunyi : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat” (Q.S. AL
Ma’arij/70 : 19-22).
Salah satu insting (watak) dan sifat manusia ialah keluh
kesah sedikit kesabarannya dan sangat kikir. Sehingga yang dikecualikan dari
sifat keluh kesah dan kikir ialah mereka yang melaksanakan shalat dan tetap
melestarikan shalatnya tanpa dipengaruhi oleh kegemaran atau kejenuhan, kondisi
senang atau susah, serta kekayaan atau kemiskinan.
Shalat mampunyai pengaruh yang sangat besar dan efektif
dalam menyembuhkan manusia dari dukacita dan gelisah. Sikap berdiri pada waktu
shalat di hadapan Tuhannya dalam keadaan khusuk, berserah diri dan pengosongan
diri dari kesibukan dan permasalahan hidup dapat menimbulkan perasaan tenang,
damai dalam jiwa manusia serta dapat mengatasi rasa gelisah dan ketegangan yang ditimbulkan oleh tekanan jiwa dan
masalah kehidupan.
Energi ruhani shalat juga dapat membantu membangkitkan
harapan, menguatkan tekad, meninggikan cita-cita dan juga melepaskan kemampuan
luar biasa yang menjadikannya lebih siap menerima ilmu
pengetahuan dan hikmah serta sanggup melakukan tugas-tugas kepahlawanan yang
hebat.
Keutamaan lain shalat, khususnya shalat dhuha antara lain
untuk memohon maghfiroh agar di lapangkan rizqi. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : “Tuhanmu Yang Maha Tinggi telah berseru: Hai Anak Adam,
shalatlah empat rakaat bagi aku dari awal siang. Maka akan cukupkan engkau
diakhir siang itu”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Maka dari sini kita dapat mengetahui bahwa antara eksistensi
shalat khususnya shalat dhuha dengan proses pengembangan kecerdasan spiritual
selalu terjadi saling berkesinambungan dalam mewujudkan generasi cerdas dan
kreatif serta tangguh dalam keimanan dan ketakwaan.